Senin, 02 Agustus 2010

budidaya terumbu karang

Sejak Oktober 2002 Pura Grup Kudus (PGK) mulai membudidayakan terumbu karang di Pulau Sambangan, Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Pembudidayaan ini bekerja sama dengan ahli terumbu karang Jerman Daniel Knop dan Weidlich.
Selain menyelamatkan terumbu karang, upaya ini diharapkan juga menyelamatkan ekosistem, meningkatkan lapangan kerja, pariwisata, dan juga devisa
Ronny menjelaskan, secara sederhana budidaya terumbu karang dilakukan dengan cara mengambil bibit dari laut terdekat (dalam hal ini seputar Pulau Sambangan), lalu diangkut ke darat dan dibiakkan di tangki pembibitan. "Saya sudah membangun 10 tangki pembibitan. Tetapi, baru empat yang dioperasikan," kata Jacobus.

Setiap tangki memuat 3.000 bibit. Pembibitan berlangsung sekitar enam bulan. Kendala pembibitan adalah gangguan berupa lumut, plankton, serta ulah penduduk atau pendatang yang masih mengebom atau menebarkan bahan kimia untuk menangkap ikan, karena mengganggu kualitas air.

Dari hasil pembibitan, 20 persen dikembalikan ke habitatnya untuk pelestarian dan perbaikan terumbu karang. Sisanya akan dieskpor terutama ke Eropa dan Amerika Serikat.

Dalam Buku Rencana Induk Taman Nasional Laut Kepulauan Karimunjawa-dengan penanggung jawab Munarti Sugiono-disebutkan, ekosistem terumbu karang di Karimunjawa terdiri dari tipe terumbu karang pantai (fringing reefs) dan terumbu karang penghalang (barrier reefs). Sedang jenis koral terdiri dari 33 genera dan 12 famili. Satu genus yang nyaris punah adalah karang merah (Tubipora musica).

Salah satu daya tarik terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa adalah munculnya terumbu karang ke permukaan saat laut surut. "Tetapi, itu hanya bisa disaksikan bulan Oktober dan hanya berlangsung sekitar tiga jam.

kerusakkan terumbu karang

Seluas 530 dari 13.330 hektare (Ha) terumbu karang di pesisir laut Kalimantan Selatan (Kalsel) rusak parah akibat sendimentasi dan pencucian tongkang batu bara di laut.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kalsel Rakhmadi Kurdi di Banjarmasin, Senin (30/11), mengatakan, dari penelitian yang mereka lakukan bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan, menemukan ratusan hektare terumbu karang mati akibat tertutup dengan batu bara.
"Kawasan terumbu karang Bunati kini kondisinya makin memprihatinkan, karena banyak yang mati akibat sendimentasi dan tertutup batu bara," katanya.
Selain di Bunati, sebagian besar terumbu karang yang berada di pesisir laut Batulicin dan Tanah Laut juga sangat memprihatinkan, banyak yang rusak dan mati.
Hal tersebut terjadi akibat sendimentasi atau penumpukan pasir yang dibawa oleh arus sungai yang masuk ke laut.
"Hampir seluruh sungai di Kalsel mengalami sendimentasi cukup tinggi, pada saat banjir arus sungai yang disertai dengan lumpur masuk ke laut sehingga mengakibatkan sendimentasi pesisir laut," katanya.
Hal tersebut menyebabkan terumbu karang yang biasanya tumbuh subur di daerah pesisir rusak dan mati.
Sendimentasi sungai, kata dia, disebabkan oleh penebangan hutan dan aktivitas pertambangan batu bara di tiga kabupaten tersebut.
Selain itu, kata dia, banyak pengusaha yang mencuci tongkang angkutan batu bara di laut, sehingga sisa batu baranya merusak sebagian besar biota laut dan terumbu karang yang berada di wilayah pesisir.
"Untuk itu saya telah meminta agar kabupaten terkait melakukan pengawasan, karena pencucian tongkang di laut sudah melanggar aturan," katanya.
Kerusakan kawasan terumbu karang tersebut, kata Rakhmadi, juga disebabkan maraknya pencurian terumbu karang oleh masyarakat untuk dijual sebagai hiasan.
"Padahal karang-karang tersebut merupakan tempat untuk tumbuh dan berkembangbiaknya ikan dan hewan laut lainnya," katanya.
Memperbaiki kerusakan tersebut, kata dia, pihaknya telah melakukan penanaman kembali terumbu karang bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel.
Sumber: www.mediaindonesia.com

Banda Aceh (ANTARA News) - Peneliti Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh menyebutkan sekitar 60 persen terumbu karang di Pulau Weh mati karena kenaikan suhu perairan utara Aceh.

"Dari puluhan titik yang kami selami, bisa disimpulkan sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Pulau Weh mati akibat pemutihan yang disebabkan kenaikan suhu air laut," kata peneliti peneliti Unsyiah Edi Rudi di Banda Aceh, Sabtu.

Menurutnya, naiknya suhu air laut terjadi karena pemanasan global sehingga terumbu karang stres dan mati perlahan.

Ia mengungkapkan, Pulau Weh memiliki keragaman terumbu karang sampai 400 dari 800 spesies di dunia, bahkan ada empat spesies baru di pulau itu.

"Spesies baru itu diketahui ada sejak dua tahun lalu, namun belum sempat diteliti dan kini mati akibat pemutihan tersebut. Inilah yang kami sesalkan dan kami pun tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Ia menambahkan, untuk memulihkan terumbu karang yang mati itu membutuhkan waktu lama, karena selain belum adanya budi daya, larva terumbu karang di perairan Aceh masih mengharapkan hanyut dari Laut Andaman, India.

Nur Fadli, peneliti Unsyiah lainnya mengatakan, dari data satelit diperkirakan luas terumbu karang di perairan Aceh mencapai 35 ribu hektare dan itu hanya di perairan barat selatan Aceh.

"Yang mengalami pemutihan terberat hanya di perairan Pulau Weh, sedangkan terumbu karang di wilayah lainnya, dari Aceh Besar hingga Pulau Banyak, Aceh Singkil masih dalam taraf wajar, berkisar 20 hingga 30 persen,"